BANJIR KEMBALI DATANG
by shela mutia on Nov.22, 2009, under
Musim hujan baru saja dimulai, tapi banjir di perkotaan sudah
mulai mengancam. Seperti tahun-tahun sebelumnya, menimbulkan kemacetan, bahkan
memakan korban. Ada yang jadi korban secara langsung, banyak juga yang jadi
korban akibat kondisi buruknya jalan.
Banyak yang mengalami kecelakaan karena
terperosok ke dalam lubang jalanan yang tergerus air hujan atau tergelincir
akibat licinnya jalanan yang penuh lumpur yang naik ke jalan. Selain memakan
banyak korban, banjir di perkotaan juga mendatangkan kerugian yang jumlahnya
mencapai milyaran atau trilyunan. Jalanan yang hancur butuh perbaikan, begitu
pula rumah penduduk yang rusak dengan segala isinya, kemacetan jalan
menghamburkan BBM, perusahaan terhenti kegiatan usahanya, dan masih banyak
lagi.
Banjir di perkotaan berbeda dengan baniir di pedesaan atau
pedalaman. Banjir di pedesaan atau pedalaman memang sulit diatasi karena
umumnya terjadi karena curah hujan yang jauh di atas normal dan juga akibat
rusaknya kondisi alam seperti musnahnya hutan. Sedangkan banjir di perkotaan
umumnya disebabkan oleh buruknya drainase. Lumrah terjadi banjir jika terjadi
hujan yang luar biasa lebat seharian. Tetapi di perkotaan sering terjadi banjir
padahal hujan belum berjam-jam. Hal ini sudah terjadi sejak berpuluh tahun yang
lalu dan terus berulang setiap kali musim hujan datang. Seakan sudah menjadi
kebiasaan dan akan tetap abadi. Haruskah orang kota selamanya kebanjiran?
Tak ada masalah yang tak bisa terselesaikan, begitu kata
orang-orang. Penyebab banjir di perkotaan sudah jelas, tak perlu pakar tata
kota yang cerdas untuk mengetahuinya. Anak kecil pun tahu penyebabnya. Tapi para
petinggi kota terlalu sibuk mencari kambing hitam. Dan tak terasa musim hujan
pun telah datang kembali. Bila para petinggi itu mau berkaca pada negara lain
mereka harusnya bisa menyelesaikan masalah banjir ini.
Memang para petinggi itu sudah berusaha mencari solusi, tapi
terbukti tak ada yang berhasil. Umumnya mereka memilih program membuat atau
mengeruk baniir kanal. Jelas ini bukan cara yang efektif dan efisien. Apalagi
kanal-kanal itu jauh dari pusat kota. Sungguh miris para pakar tata kota
itu tak bisa menghitung berapa kecepatan air untuk mencapai kanal. Jelas butuh
waktu lama mengingat buruknya jaringan drainase.
0 komentar