TUGAS ETIKA & PROFESIONALISME
by shela mutia on Nov.22, 2009, under
RANGKUMAN SALAH SATU TULISAN
PROSEDUR PENDAFTARAN HAK
CIPTA
Bila kurang jelas dapat di upload di link dibawah ini
http://www.4shared.com/file/fer36tb4ba/tugas_tsi.html
IMPLIKASI PEMBERLAKUAN RUU ITE
by shela mutia on Nov.22, 2009, under
POKOK
PIKIIRAN DAN IMPLIKASI PERMBERLAKUAN RUU ITE
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE)
mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet
sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE
ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada
umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan
tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas
dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad
dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan
Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim
Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah
akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim
UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali
oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga
namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
disahkan oleh DPR. Undang-undang ini berisikan asas dan tujuan
telekomunikasi, penyidikan, penyelenggaraan telekomunikasi, sangsi administrasi
dan ketentuan pidana.
Menurut undang-undang No. 36 Tahun 1999 mengenai
Telekomunikasi pada pasal 38 yang berisikan “Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik
terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”. Pada undang-undang ini lebih terfokus
kepada gangguan yang bersifat infrastruktur dan proses transmisi data, bukan
mengenai isi content informasi. Dengan munculnya undang-undang ini membuat
terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi.
Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur penggunaan
teknologi informasi, karena dalam undang-undang tersebut berarah kepada tujuan
telekomunikasi dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi
tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam undang-undang ini juga tertera tentang
penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan
baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut.
Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana
pun tertera dala undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih
terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga
menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UU ITE, UU ITE mulai
berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 21 April 2008. Hal ini sesuai dengan
Pasal 50 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
PErundang-undangan bahwa peraturan perundang-undangan muali berlaku dam
mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangakan, kecuali ditentukan lain
dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Oleh akrena itu,
ketentuan pidana dalam UU ITE sudah langsung dapat dijalankan tanpa perlu
menunggu Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, jika Pasal-psal yang dirujuk oleh
Pasal 45 samapi Pasal 51 tersebut memerlukan pengaturan lebih lanjut ke dalam
Peraturan Pemerintah, maka Pasal-pasal tersebut menunggu adanya Peraturan
Pemerinta, tidak harus emnunggu selama 2 tahun, melainkan sejak diterbitkannya
Peraturan Pemerintah. sebaliknya, jika pasal-pasal yang di rujuk Pasal 45
sampai Pasal 51 tersebut tidak memerlukan pengaturan dalam abentuk Pengaturan
Pemerintah,maka tindak pidana dalam UU ITE tersebut dapat langsung
dilaksanakan.
Dampak positif dan negatif dari diberlakukannya
undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Banyak Pro dan Kontra
terhadap diberlakukannya UU ITE, tetapi menurut saya kalau UU ITE tersebut
membawa kebaikan bagi semua pihak, kenapa tidak? Pasti dari setiap perbuatan
ada positif dan negatifnya, sama halnya dengan pemberlakuan UU ITE pasti ada
sisi positif dan negatif.
Dampak
Positif UU ITE
UU ITE baru disahkan pada tanggal 25 Maret 2008 oleh
Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi, sebenarnya rancangan ini sudah
dibentuk sejak tahun 2003.
Dengan UU ITE ini, para penyedia konten akan terhindar
dari pembajakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, karena sudah ada
landasan hukum yang melindungi mereka. Tapi yang kita lihat saat ini, masih
banyak yang melakukan pelanggaran terhadap UU ITE tersebut.
UU ITE juga untuk melindungi masyarakat dari
penyalahgunaan internet, yang berimplikasi pada keberlangsungan berbangsa dan
bernegara. Dengan adanya UU ITE ini menjadi payung hukum aparat kepolisian
untuk bertindak tegas dan selektif terhadap penyalahgunaan internet dan bukan
dijadikan alat penjegalan politik dan elit tertentu atau mementingkan
segolongan orang.
UU ITE itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan
penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap
kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang atau kegiatan ekonomi lainnya lewat
transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet dapat meminimalisir adanya
penyalahgunaan dan penipuan.
UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk
mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di
Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet.
Dampak
Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga
terdapat sisi negatifnya. yakni banyaknya orang yang terjerat pasal pada UU ITE
misalnya saja contoh kasus Prita Mulyasari yang terjerat UU ITE pasal 27 ayat 3
tentang pencemaran nama baik yang diajukan oleh rumah sakit OMNI Internasional
secara pidana. Sebelumnya prita Mulyasari pernah kalah dalam sidang perdatanya
dan diputus bersalah kemudian menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Tangerang.
Selain Prita Mulyasari juga ada Luna Maya yang harus
berurusan dengan UU ITE. Kasus ini berawal dari tulisan Luna Maya dalam akun
twitter yang terjerat pasal 27 ayat 3 Nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam
pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik. Tulisan di akun twitternya yang
menyebutkan “infotainment derajatnya lebih hina dari pada pelacur dan
pembunuh”.
Sebenarnya hal itu tidak perlu untuk ditulis dalam akun Twitternya,
karena hal tersebut terlalu berlebihan apalagi disertai dengan pelontaran sumpah
serapah yang menghina dan merendahkan profesi para pekerja infotainment.
Sumber:
http://mofl-hyosokurama.blogspot.com/2013/04/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite.html
UU ITE
by shela mutia on Nov.22, 2009, under
KETERBATASAN
UU TELEKOMUNIKASI
UU
ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik) yang disahkan DPR pada 25
Maret 2008 menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain
dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. UU ini merupakan cyberlaw di
Indonesia, karena muatan dan cakupannya yang luas dalam membahas pengaturan di
dunia maya.
UU
ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaat kan
internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya.
Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan
yang dialkuakn melalui internet. UU ITE juga mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian
hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai
bukti yang sah di pengadilan.
Beberapa
terobosan penting yang dimiliki UU ITE adalah tanda tangan elektronik yang diakui
memiliki kekuatan hukum sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan
materai); alat bukti elektronik yang diakui seperti alat bukti lainnya
yang diatur dalam KUHAP. UU ITE ini berlaku untuk tiap orang yang melakukan
perbuatan hukum, baik di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang
memiliki keterkaitan hukum di Indonesia. Penyelesaian sengketa dapat
diselesaikan dengan metode sengketa alternative atau arbitrase.
Manfaat
UU ITE
Beberapa manfaat dari UU. No 11 Tahun 2008 tentang (ITE),
diantaranya:
· Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang
melakukan transaksi secara elektronik.
·
Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
· Sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya
kejahatan berbasis teknologi informasi
· Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan
memanfaatkan teknologi informasi.
Dengan adanya UU ITE ini, maka:
·
Transaksi dan sistem elektronik beserta
perangkat pendukungnyamendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkanmanfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadipenyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
·
E-tourism mendapat perlindungan hukum.
Masyarakat harusmemaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan
mempermudahlayanan menggunakan ICT.
·
Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan
untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia.
·
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat
waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensikreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
Alasan
Pelaksaan UU ITE
Salah satu alasan pembuatan
UU ITE adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar
dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Kemunculan UU
ITE membuat beberapa perubahan yang signifikan, khususnya dalam dunia
telekomunikasi, seperti:
·
Telekomunikasi merupakan salah satu
infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
·
Perkembangan teknologi yang sangat pesat
tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah
berkembang pada TI.
·
Perkembangan teknologi telekomunikasi di
tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
UU ITE sudah cukup
komprehensif dalam mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Hal
ini dapat dilihat dari beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan
baru yang sudah dijelaskan sebelumnya. Beberapa hal yang belum diatur secara
spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemeritanh dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Yang
Terlewatkan Dan Perlu Persiapan dari UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu
didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan
Menteri, dsb) adalah masalah:
1. Spamming,
baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan,
asuransi, dsb.
2. Virus
dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan
penyebarannya
3. Kemudian
juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan
Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child
Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para
pedofili dan pengembang situs porno anak-anak
4. Pada
bagian penjelasan UU ITE, isinya terlihat sama dengan bab I buku karya Prof.
Dr. Ahmad Ramli, SH, MH berjudul Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum
Indonesia. Seandainya pak Ahmad Ramli ikut menjadi staf ahli penyusun UU ITE
tersebut, tetapi sebaiknya jangan langsung melakukan copy paste buku bab 1
tersebut untuk bagian Penjelasan UU ITE, karena nanti yang tanda tangan adalah
Presiden Republik Indonesia.
Cakupan
Materi UU ITE
·
Informasi elektronlik dan/atau dokumen
elektronik.
Informasi elektronik adalah
salah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, EDI, e-mail, telegram, teleteks,
telecopy, atau sejenisnya yang telah diolah memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
Dokumen elektronik adalah
setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromangnetik, optikal, atau
sejenisya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer
atau system elektronik.
·
Transaksi elektronik : perbuatan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.
·
Tanda tangan elektronik: tanda tangan
yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terikat dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentifikasi.
·
Penyelenggaran sertifikasi
elektronik (certification authority) : badan hukum yang berfungsi sebagai
pihak yang layak dipercaya dalam memberikan dan mengaudit Sertifikasi
Elektronik.
·
Nama domain: alamat internet dari
penyelenggara Negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat
digunakan dalam berkomunikasi melalui internet. Alamat ini berupa kode atau
susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam
internet.
·
HaKI: Informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan
karya intelektual yang di dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 25 UU ITE).
·
Data Pribadi (privasi): penggunaan tiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutam, kecuali ditentukan lain
oleh Perundangan-undangan.
·
Perbuatan Dilarang dan Ketentuan Pidana:
1. Indecent
Materials/Ilegal Content (Konten Ilegal). Sangsi: Pidana penjara
paling lama 6-12 tahun dan/atau denda antara RP. 1 M – Rp. 2 M (Pasal 45 UU
ITE).
2. Ilegal
Access (Akses Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 6-8 tahun
dan/atau denda antara Rp. 600 juta – Rp. 700 juta (pasal 46 UU ITE).
3. Ilegal
Intercedption (Penyadapan Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 10
tahun dan/atau denda paling besar Rp. 800 jt (Pasal 47 UU ITE).
4. Data
Interference (Gangguan Data). Sangsi: Pidana penjara max 8-10 Tahun
dan/atau denda antara Rp. 1 M – Rp. 5 M (pasal 48 UU ITE).
5. System
Interference (Sistem Interference). Sanksi: pidana penjara paling lama 10
tahun dan/ atau denda paling besar RP. 10 M (pasal 49 UU ITE).
6. Missue
of devices (Penyalahgunaan Perangkat). Sanksi: pidana penjara paling lama
10 tahun dan/atau denda paling besar Rp. 10 M (pasal 50 UU ITE).
7. Computer
related fraud dan forgery (Penipuan dan Pemalsuan yang berkaitan dengan
komputer). Sanksi: Pidana penjara paling lama, 12 tahun dan/atau denda paling
besar 12 M (pasal 51 UU ITE).
Referensi:
· http://www.docstoc.com/docs/20334278/SEPUTAR-UU-NO-11-TAHUN-2008-TENTANG-INFORMASI-DAN
·
http://www.tempo.co.id/hg/peraturan/2004/03/29/prn,20040329-17id.html
·
http://romisatriawahono.net/2008/04/24/analisa-uu-ite/
·
http://mala06-telematika-telematika.blogspot.com/2010_04_01_archive.html
CYBERLAW
by shela mutia on Nov.22, 2009, under
Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act (malaysia)
,Council Of Europe Convention On Cyber Crime
Cyber Law
Cyber
law adalah seperangkat aturan hukum tertulis yang berlaku di dunia maya. Cyber
law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga negaranya karena dianggap
aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah menyentuh kehidupan yang
sebenarnya (riil). Mungkin bila kita melihat bila di dunia maya ini telah ada
suatu kebiasaan-kebiasaan yang mengikat ‘masyarakatnya’, dan para Netizens
(warga negara dunia maya) telah mengikuti aturan tersebut dan saling
menghormati satu sama lain. Mungkin tidak perlu sampai ada cyber law, karena
dianggap telah terjadi suatu masyarakat yang ideal dimana tidak perlu adanya
‘paksaan’ hukum dan penjamin hukum.
Dilihat dari ruang
lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan
subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
"online" dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena
itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang
menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan,
kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi,
pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam
aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e
learning, e-health, dan sebagainya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.
Jadi Cyber Law adalah kebutuhan kita bersama. Cyber
Law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis internet, para
akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga keberadaannya harus kita dukung.
Setiap
negara memiliki cyberlaw masing-masing. Berikut ini perbandingan
cyberlaw yang dimiliki oleh 4 Negara ASEAN:
Perbedaan
cyberlaw indonesia dengan beberapa negara
Cyberlaw
di Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE)
atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam
hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis
diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan
diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti
yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan
oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian
dan Permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Pasal 32: Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia.
Pasal 33: Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?).
Pasal 35: Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?).
Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 Milliar
rupiah. Di Indonesia, masalah tentang perlindungan
konsumen,privasi,cybercrime,muatan online,digital copyright,penggunaan nama
domain dan kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Namun, masalah spam dan online dispute resolutionbelum mendapat
tanggapan dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Cyberlaw
di Malaysia
Pada tahun 1997 Malaysia telah mengesahkan dan
mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek
dalam cyberlaw sepertiThe Computer Crime Act (1997), UU Tandatangan
Digital, Communication And Multimedia Act (1998), Digital Signature
Act (1997). Selain itu, ada juga perlindungan hak cipta dalam internet
melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
The Computer Crime Act mencakup mengenai kejahatan
yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime di negara Malaysia tidak
hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan
internet. Akses secara tak terotorisasi pada material computer juga termasuk
cybercrime. Jadi, jika kita menggunakan komputer orang lain tanpa izin dari
pemiliknya maka termasuk di dalam cybercrime walaupun tidak terhubung dengan
internet.
Isi dari The Computer Crime Act mencakup
hal-hal berikut ini:
·
Mengakses material komputer tanpa ijin.
·
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain.
·
Memasuki program rahasia orang lain melalui
komputernya.
·
Mengubah / menghapus program atau data orang
lain.
·
Menyalahgunakan program / data orang lain
demi kepentingan pribadi.
Hukuman atas pelanggaran UU ini adalah denda sebesar lima
puluh ribu ringgit (RM50,000) atau sekurang-kurangnya 5 tahun hukuman
kurungan/penjara sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut
(Malaysia). Di Malaysia masalah perlindungan konsumen,cybercrime,muatan
online,digital copyright, penggunaan nama domain,kontrak elektronik sudah
ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Namun, masalah privasi,spam dan online
dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
Cyberlaw
di Singapore
Beberapa cyberlaw di Singapura adalah The Electronic
Act (UU Elektrinik) 1998 dan Electronic Communication Privacy
Act (UU Privasi Komunikasi Elektronik) 1996. The Electronic
Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka
yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di
Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian
untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura. UU ini dibuat dengan tujuan:
·
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan
arsip elektronik yang dapat dipercaya.
·
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan
dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin /
mengamankan perdagangan elektronik.
·
Memudahkan penyimpanan secara elektronik
tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
·
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang
sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan
penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
·
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan
dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
·
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi The
Electronic Transactions Act mencakup hal-hal berikut:
Kontrak Elektronik: didasarkan pada hukum dagang online
yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan: mengatur mengenai
potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik: Hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber
crime,spam,muatan online,copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Namun,
masalah perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya
tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
Cyberlaw
di Thailand
Pemerintah Negara Thailand sudah menentapkan hokum
kontrak elektronik dan cybercrime. Hukum privasi, spam, digital copyright dan
ODR sudah dalam tahap rancangan. Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara
Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya
hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR
sudah dalalm tahap rancangan.
Computer
Crime Act ( malaysia )
Adalah sebuah undang-undang untuk menyediakan
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan computer di
malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas keprihatinan
pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan penggunaan computer
dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer)
merupakan Cyber Law(Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan
mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan
komputer.Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan
oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan
dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan
dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan
komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk
kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung
dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses
komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi
terjadi.
Council
of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan
mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional
dalam mewujudkan hal ini.
Counsil of Europe Convention on Cyber Crime merupakan
hukum yang mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di
Eropa yang berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam
menangani segala tindak kejahatan dalam dunia IT. Council of Europe Convention
on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI)
pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime juga terbuka
bagi bagi Negara non eropa untuk menandatangani bentu kerjasama tentang
kejahatan didunia maya atau internet terutama pelanggaran hak cipta atau
pembajakkan dan pencurian data.
Jadi tujuan adanya konvensi ini adalah untuk meningkatkan
rasa aman bagi masyarakat terhadap serangan cyber crime, pencarian jaringan
yang cukup luas, kerjasama internasional dan penegakkan hukum internasional.
·
Referensi
dari google dan artikel “membandingkan uu ite di ASEAN”
·
Suryo
Widiantoro, Modus Kejahatan dalam teknologi informasi, 2009, ubm.
·
http://rahmaekaputri.blogspot.com/2012/04/perbandingan-cyber-law-computer-crime.html
·
http://www.bi3licious.co.cc/2010/05/perbandingan-dengan-5-negara-di.html
RUANG LINGKUP UU HAK CIPTA
by shela mutia on Nov.22, 2009, under
RUANG
LINGKUP UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA DAN PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI DI
DEPKUMHAM
UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya
intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam
bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang
telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak
Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan.
Pendaftaran
hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu
suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan
tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©.
Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk
mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat
mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
LINGKUP
HAK CIPTA
a. Ciptaan Yang Dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
a. Ciptaan Yang Dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
b. Ciptaan Yang Tidak
Diberi Hak Cipta
Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut :
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut :
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
BENTUK DAN LAMA
PERLINDUNGAN
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali
dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada
umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima
puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak
Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan :
1. Program computer
2. Sinematografi
3. Fotografi
4. Database
5. Karya hasil pengalih wujud dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
PELANGGARAN DAN SANKSI
Dengan Menyebut / Mencantumkan Sumbernya, Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta Atas :
1. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
2. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
3. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
5. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial.
6. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
1. Program computer
2. Sinematografi
3. Fotografi
4. Database
5. Karya hasil pengalih wujud dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
PELANGGARAN DAN SANKSI
Dengan Menyebut / Mencantumkan Sumbernya, Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta Atas :
1. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
2. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
3. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
5. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial.
6. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
·
Menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau
denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PENDAFTARAN HAK CIPTA
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
Prosedur pendaftaran HAKI
Sumber :
http://nillafauzy.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-undang-undang-tentang-hak.html